Headlines
Published On:Rabu, 15 Februari 2012
Posted by azhar lizaraju

final

Melihat waktu yang semakin menipis sebagai ketua yang baik maka saya bikin diri saya peduli kepada kondisi Ahlan di belakang saya itu. Kepedulian kepada sesama tentulah baik, apalagi peduli kepada kawan yang sedang dilanda ujian final begini. Apalagi Ahlan adalah anggota saya, wajar jika saya membantu, tentu dia akan kagum dengan kedermawanan saya. Ya, saya rasa demikian. Hehe.

“Gimana, Lan? Nomor sekian dan sekian udah?” Saya berbisik. Tidak mungkin saya teriak.

“ Belum, Fif” Ahlan ikut-ikutan berbisik. Ah, dasar Ahlan, gak kreatif!

“Oh, ane udah ni…ente lihat lembar jawaban ane aja. Bisa lihat, kan?” Berbisik sambil tetap waspada. Satu ekor mata berkomunikasi ke Ahlan di belakang dan yang satu lagi waspada was-was mengecek aktifitas pengawas ujian di depan. Aman.

“Gak apa, fif, ane kerjakan yang lain dulu”

“Ok, ntar klo udah masuk ke soal yang ini ente bilang sama ane ya…”

“ ….” .Ahlan cuma mengangguk tanpa suara. Karena ‘mengangguk’ memang tak butuh suara.

Kami pun kembali khusyuk menatap dan berkomunikasi dengan soal-soal ujian. Dan waktu lagi-lagi dia berlalu sok tak peduli. Ecek-eceknya dia sombong sekali begitu. Sehingga tinggallah waktu sekitar 10 menitan terakhir. Dialog saya dan Ahlan seperti diatas kembali berulang dengan redaksi yang hampir sama. Sikap Ahlan masih rada-rada sama. Ia tetap saja memberi sikap ngambang dan tidak konkrit, berkilah bahwa dia masih sedang mengerjakan soal yang lain. Saya heran dan mengkuatirkannya, karena waktu yang semakin menipis. Tapi oke-lah, semoga masih ada waktu.

Dan ketika kami masih asik bernafas maka tibalah saat itu, saat yang katanya waktu ujian sudah habis. Ahlan dan saya mengumpulkan lembaran jawaban kepada pengawas yang katanya ketat, padahal nggak. Sambil kami bikin badan kami keluar dari ruangan ujian melalui pintu, maka sesungguhnya bertanyalah saya padanya. Iya, kepada Ahlan.

“Gimana tadi nomor ini dan itu, siap?”

“ Gak, fif...” Ahlan menjawab dengan tenang dan senyum. Ahlan memang selalu begitu dia. Tenang-tenang saja selalu.

“Hah?! Gak siap?! Kok gak ente bilang, kan bisa liat jawaban ane, minimal liat rumusnya aja.”

“Nggak apa-apa…” Ahlan senyum-senyum ramah macam gadis penjaga kasir di supermarket.

“Jadi gimana dong soal nomor itu tadi?”

“Gak ada, fif...”

“Kosong jadi? Gak ente isi?!” saya menahan diri dari kaget dan tidak naik pikir.

“He…he...he…” mengangguk malu-malu, seolah-olah dia adalah perawan yang saya sedang mencoba melamarnya. Dan hari itupun selesai dengan saya yang masih terheran dengan perilaku Ahlan.

***

Di ujian-ujian berikutnya saya menjadilah dia yang penasaran, yang memperhatikan dia. Saya lihatlah dia yang di setiap ujian ternyata memang adalah dia yang selalu berusaha sendiri. Tidak dia bikin dirinya meminta bantuan ke kanan-kiri atau ke depan-belakang seperti lazimnya yang telah itu diperbuat oleh masyarakat yang dilanda ujian. Ahlan tetaplah dia yang kosongkan lembaran jawabannya ketika tidak bisa dia menjawab suatu soal. Dia tetap santai dan ringan saja begitu. Tidak dia tampilkan mukanya gundah kuatir jika tidak bisa mengisi lembar jawaban. Wow. Oh dia sudah berada pada kualitas manusia yang sudah bisa menghargai dirinya sendiri apa adanya. Meski apapun yang terjadi. Ia sudah tidak memandang nilai ujian diatas kertas itu sebagai penentu kemuliaannya. Toh buat apa nilai A jika ternyata didapat dengan jalan yang kotor dan rendah. Wow wow wow ini manusia levelnya sudah tinggi.

Aih Ahlan, tahukah kamu apa yang saya pikir saat itu? Saya menjadilah dia yang diam-diam heran dan kagum. Juga diam-diam iri. Di dunia yang ‘aji mumpung’ begini kamu masih berlaku seolah-olah dunia ini masih bermukjizat. Dunia yang segala sisinya sedang dibangun dengan ketidakjujuran begini kamu masih berlaku lurus seolah kamu itu masih di jaman Nabi. Oh.

Menjadilah saya itu yang diam-diam berpikir terus dalam malam-malam ke depan. Mengapakah kamu bisa begitu saya tidak, wahai Ahlan? Tak takutkah kamu nilai IPK yang rendah? Tak takutkah kamu untuk mengulang lagi Mata kuliah itu tahun depan? Tak berpikirankah kamu akan cibiran manusia lain sebagai seorang anak dosen senior di Teknik Sipil namun bernilai rendah? Ow ow ow, kamu membikin saya heran Ahlan, ah iya lebih tepatnya, iri. 

About the Author

Posted by azhar lizaraju on 07.42. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By azhar lizaraju on 07.42. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 komentar for "final"

Leave a reply

Video

Flag Counter

teaser

mediabar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini