Abu Nawas masih mengeram di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa  menyelesaikan pekerjaannya dengan memakai tangan orang lain. Baginda  berpikir. Sejenak kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara  untuk membebaskan Abu Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko  yang lebih buruk. Karena akal Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di  dalam penjara pun Abu Nawas masih sanggup menyusahkan orang.
Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan Abu Nawas memang  sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati maka  tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat. Kini  hidung Abu Nawas sudah bisa menghirup udara kebebasan di luar. Istri Abu  Nawas menyambut gembira kedatangan suami yang selama ini sangat  dirindukan. Abu Nawas juga riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya  akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam waktu dekat.
Abu  Nawas memang girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah.  Bagaimana Abu Nawas tidak merasa gundah gulana sebab Baginda sudah tidak  lagi memakai perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja  langsung memenjarakannya. Maka tidak mustahil bila suatu ketika nanti  Baginda langsung menjatuhkan hukuman pancung. Abu Nawas yakin bahwa saat  ini Baginda pasti sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan  payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja.
Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau  tukang ramal nasib. Sejak membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas  sering mendapat panggilan dari orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas  tidak saja dikenal sebagai orang yang handal dalam menciptakan gelak  tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.
Mendengar Abu  Nawas mendadak menjadi ahli ramal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid  merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa  membahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap. Abu  Nawas sejak semula yakin Baginda Raja kali ini bemiat akan menghabisi  riwayatnya. Tetapi Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu  Nawas sudah mempersiapkan tameng. Setelah beberapa hari meringkuk di  dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian.
Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu  Nawas menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa  kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya  dalam hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik  terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu  Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan pemancungan.
Beliau bertanya, "Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?"
"Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira." jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
"Engkau merasa gembira?" tanya Baginda kaget.
"Betul Baginda yang mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian  hamba, maka Baginda pun akan mangkat menyusul hamba ke liang lahat,  karena hamba tidak bersalah sedikit pun." kata Abu Nawas tetap tenang.  Baginda gemetar mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman  pancung dibatalkan.
Abu Nawas digiring kembali ke penjara.  Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan istimewa. Malah  Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak.  Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas  berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia  terus-menerus mendekam dalam penjara ia bisa jatuh sakit atau meninggal  Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar penuturan  penjaga penjara.
About the Author
Posted by azhar lizaraju 
								 on 16.43. Filed under 
								 .
								 You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
								 Feel free to leave a response
By azhar lizaraju 
			on 16.43. Filed under 
.
 Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response