Headlines
Published On:Jumat, 24 Juni 2011
Posted by azhar lizaraju

Makna di balik syair Lagu Ilir-Ilir Sunan Kalijaga (Jawa Tengah)


Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure (hu)wus sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar

Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira

Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore

Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalanganeYa suraka, surak hiya!



Tembang diatas pasti sudah akrab di telinga kita, apalagi bagi orang-orang jawa yang notabene berada dalam wilayah penyebaran agama Wali Songo. Tidak sedikit orang yang mencoba untuk menguraikan makna tembang di atas baik dalam konteks hubungannya dengan sejarah, syariat Islam bahkan Hakikat yang terkandung di dalamnya.


Berikut ini adalah penjabaran dari makna yang terkandung dari tembang Ilir-ilir itu, baik berupa makna harfiah atau terjemahan langsungnya dalam bahasa Indonesia, maupun makna sesungguhnya yang tersirat di dalamnya.


  • Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure (hu)wus sumilir
Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi
Maknanya: Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Karena bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.

  • Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru
Maknanya: Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.

  • Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi
Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu.
Maknanya: Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.


  • Lunyu-lunyu penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira
Biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu.
Maknanya: Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet.

Dengan kalimat ini Sunan Kalijaga memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.


Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir
Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek
Maknanya: Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.


  • Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Gustimu) nanti sore
Maknanya: Sebab artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut 'paseban' yaitu tempat menghadap raja. Di sini Sunan Kalijaga memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.

  • Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane
Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang
Maknanya: Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu.

  • Ya suraka, surak hiya
Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA
Maknanya: Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.


************

Demikianlah petuah dari Sunan Kalijaga lima abad yang lalu, yang sampai saat ini pun masih tetap terasa relevansinya. Semoga petuah dari salah seorang waliyullah kenamaan ini membuat kita semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah kita di bulan yang penuh rahmat ini. Amin.

About the Author

Posted by azhar lizaraju on 07.36. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By azhar lizaraju on 07.36. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 komentar for "Makna di balik syair Lagu Ilir-Ilir Sunan Kalijaga (Jawa Tengah)"

Leave a reply

Video

Flag Counter

teaser

mediabar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini